Pipiet Senja: Sang Teroris Fantastik

Pipiet senja adalah nama pena dari wanita kelahiran Sumedang, 16 mei 1957. Kurang lebih 58 tahun yang lalu, beliau lahir dari pasangan Hj.Siti Hadijah dan SM.Arief (Alm) seorang pejuang 45. Bunda atau Teh Pipiet sebagian orang memangil nya. Penulis senior yang memiliki banyak kegiatan literasi nusantara adalah sosok inspiratif dan juga motivator untuk kaum TKW Indonesia dan juga kalangan Buruh Migran Indonesia di Hongkong.
Beliau yang juga aktif di Majelis Forum Lingkar Pena Yogyakarta, sering mendapatkan undangan sampai ke Mancanegara. Menderita penyakit Thalasemia (kelainan darah bawaan) yang mengharuskan nya untuk melakukan transfusi darah seumur hidup tidak mematahkan semangat seorang Bunda pipiet untuk tetap berkarya. Menulis, menulis dan menulis.
Saya sempat membaca tulisan beliau tentang perjuangannya menjalani hidup sebagai penderita Thalasemia, menjual rumah kontrakan 12 pintu menjadi pilihan beliau untuk tetap bertahan melewati penyakit yang di deritanya. Selama 30 tahun lebih berkiprah dalam dunia kepenulisan, sudah 96 buku kurang lebih yang diterbitkan -meskipun sebenarnya Bunda sudah menulis ratusan buku. Seperti buku anak-anak, novel islami, bookgrafi, dan antologi cerpen.
Dulu saya pertama kali membaca buku beliau adalah Meretas Ungu. Buku tentang seorang isteri dan ibu bernama Diah Pramesti dengan tiga orang anak. Isteri yang istiqamah di jalan Allah, ibu yang sabar dan kuat.
Benar-benar penggambaran sosok Teh Pipiet. Beberapa bukunya sangat memberikan pengaruh besar untuk dunia kepenulisan di Indonesia, Menggapai Kasih-Mu, Lukisan Rembulan, Meretas Ungu atau novel bestseller-nya: Kapas–kapas di Langit. Masih banyak lagi hasil kreativitas Bunda Pipiet yang SubhanaAllah dengan usia yang memang sudah tidak muda lagi tidak menyurutkan niat dan imajinasi nya untuk berkarya.
05 September 2015,
SEMINAR BEASISWA TURKI DAN BEDAH BUKU “DARI NEGERI DUA BENUA”
Akhirnya saya bisa bertemu dan ngobrol langsung dengan beliau. Ini adalah kali pertama saya melihat sosok yang selama dan sampai detik ini menjadi motivator saya dalam dunia kepenulisan, saya yang bisa dibilang pemula benar-benar bersyukur bisa diberi kesempatan untuk bertemu beliau.
Karena saya duduk di bangku bagian depan, saya tidak melihat bahwa peserta yang lain sudah antusias untuk menyambut Teh Pipiet, sampai akhirnya saya menengok ke belakang beliau sudah duduk tepat di belakang saya sesosok wanita tangguh dan kreatif. Wanita kuat yang selama ini menjadi salah satu inspirasi saya. Buku–buku dan kisah hidup Teh Pipiet telah membuat saya membuka mata saya. Menulis, berkarya, berbicara dan berbagi ilmu.
Bahwa permasalahan hidup tidak menghalangi seseorang untuk berkarya dan berbagi. Dengan perjalanan yang begitu terjal, prestasi beliau menjadi hadiah dan jawaban atas semua ini. Indonesia patut bangga memiliki Teh Pipiet. Ibu dua orang anak ini sampai sekarang masih aktif dalam dunia kepenulisan dan pembicara di berbagai acara seminar. Haekal Siregar dan Adzzimatinur Siregar merupakan alasan beliau untuk tetap kuat sampai sekarang ini. Di sela-sela waktu sebelum acara dimulai saya menemui beliau lalu bertanya apa yang menginspirasi beliau sampai seperti ini, beliau menjawab:
“Banyak sekali, yang utama ya anak-anak teteh ini.”
Pada akhirnya saya tahu, seorang Pipiet Senja adalah ibu, partner, sahabat, kawan dan teman untuk putra-putrinya. Beliau menjadi motivasi semua orang, semua kalangan.
Acara Bedah Buku Dari Negeri Dua Benua mengajarkan saya tentang banyak hal, beliau yang merupakan penyunting buku tersebut menjelaskan tentang perjuangan nya bersama mahasiswa-mahasiswa yang sedang kuliah di Turki. Sampai akhirnya terbentuklah pula FLP Wilayah Turki.
Untuk masalah professional jangan ditanyakan. Ada kalimat beliau yang sampai saat ini saya ingat. “Calon penulis tidak boleh malas dan manja, harus siap berjibaku dengan naskah nya sendiri. Bahkan penulis terkenal sekalipun tidak menyerahkan naskahnya lantas berleha-leha pasrah pada editornya. Menulis itu passion yang harus diseimbangkan dengan keluhuran”
Beliau yang sering disebut dengan Teroris (penyebar terror menulis) menjelaskan tugasnya dalam hal ini adalah meneror mahasiwa untuk menghasilkan karya yang mencerahkan. Beliau berharap semoga keberadaan buku ini memicu semangat anak-anak bangsa untuk berkarya, berbakti dan berarti.

Komentar