Review Buku Gitanjali Versi Aulia Puspanjali


21 Mei 2020, Ramadhan 1441.
Gunungkidul, Yogyakarta.

Hai semua..  
Apa kabarnya? Lagi-lagi aku harus bilang ‘udah lama ya kita tidak bertegur sapa?”
Rasanya aku butuh banyak energi untuk konsisten ngeblog. Bukti nya samapi hari ini, aku masih belum bisa untuk konsisten. Hmmm maaf ya..

Maaf untuk aku yang tidak bisa mengobati rasa rindu kalian. Ahzeeeg 
Ya bisa dibilang kali ini aku kePeDean sih, tapi nggakpapa ya? Sedikit hehehe

Semoga kalian sehat selalu ya temen-temen..
Ah, tapi aku tau meskipun kalian sehat. Kalian sedang di fase sulit untuk mengatakan kalau saat ini kondisi kalian sedang baik-baik saja. Hmmm karena aku pun begitu, saat ini Alhamdulillah Allah memberiku kesehatan pun juga dengan keluargaku. Tapi di dalam hati, aku merasa aku sedang tidak baik-baik saja..

Pandemi covid 19 benar-benar membuat kondisi dunia menjadi sangat menyedihkan. Bagaimana tidak? Kita setiap hari harus mendengar pemberitaan tentang meningkatnya jumlah pasien dan yang paling menyedihkan sudah banyak tim medis yang juga menjadi korban 

Jujur saja, aku bahkan pernah berada di fase sangat takut melewati kondisi ini. Menjadi khawatir dengan orang-orang yang berinteraksi denganku. Bahkan ada orang bersin dan batuk aja aku jadi parno, bener-bener parno. Tapi itu sudah aku lalui.. saat ini aku sudah bisa lebih mengontrol fikiranku untuk tidak overthinking.  Alhamdulillah..

Aku senang banyak pasien di Rumah Sakit yang sembuh dan orang-orang yang juga semakin sadar dengan kesehatan. Meskipun pemberitaan terkadang membuatku takut, tapi ketika ada sebagian media yang dengan gamblang mengangkat berita "tentang kesembuhan' aku seneng dengernya. Aku juga melihat sudah banyak orang-orang di sekelilingku yang mulai konsisten menggunakan masker dan selalu cuci tangan setiap usai bepergian.

Meskipun berbagai pemberitaan di media menyebutkan, ada pihak-pihak yang masih belum sadar betapa ganas nya virus ini. Ya temen-temen pasti tau kan, televisi dan media sosial memberitakan soal bagaimana masyarakat di sebuah kota berbondong-bondong untuk berbelanja. Argh! Sejujurnya aku kecewa dengan perilaku mereka. Miris juga, kok bisa gitu lho mereka berfikiran untuk membeli baju baru :(

Loh..loh ini kenapa aku jadi mengawali blog pertamaku di bulan Mei ini dengan sebuah curhatan dan rasa kesal ya? Maafkeun ya temen-temen, aku tidak bermaksud apa-apa. Aku hanya ingin temen-temen yang membaca blog ini menjadi masyarakat yang peduli pada kesehatan dan lingkungan nya.

Oke! Jadi kedatanganku kembali di bulan Mei ini adalah aku ingin .. (kalau aku bilang ingin memulai ngeblog lagi, aku takut aku tidak bisa konsisten menyapa kalian setiap hari bahkan setiap minggu) tapi… semoga aku bisa ya temen-temen. Semangatin dong hahaha

Balik lagi ke topik awal, kali ini aku mau review sebuah buku dengan tema perjalanan, pendakian, dan kalau buku ini bilang “sebuah persembahan untuk menemukan hati”.. waduuuuw dalem banget ya?

Tapi aku mau disclamer dulu ya, review aku kali ini tidak seperti review buku seperti pada umumnya, kalau biasanya temen-temen membaca review terdiri dari kelebihan dan kekurangan. Tapi kali ini aku akan review tentang bagaimana buku ini berhasil membuatku jatuh cinta, ya temen-temen boleh bilang review kali ini hanya berisi kelebihan nya aja, karena disini aku pingin temen-temen langsung baca buku nya hahaha. 

Jadi mungkin aku akan lebih banyak bercerita bagaimana buku ini berhasil membuatku jatuh cinta! Ya! Mas Ed benar-benar membuatku ingin kembali membaca lagi dan lagi.

Bukan.. nama penulis nya bukan mas Ed.
Jadi…

Buku ini ditulis oleh seorang bernama Febrialdi R dan sepertinya mas Febri ini lebih senang dikenal dengan panggilan @edelweisbasah. Iya.. kalian tepat! Itu nama pena  nya dan kalian bisa menemukan nya di berbagai media social dengan keyword itu.

Judul Buku nya adalah Gitanjali!

Bukan buku pertama yang ditulis oleh nya, tapi ini adalah karya nya yang pertama kali aku baca. Entah kenapa saat mereview buku ini aku memilih sambil mendengarkan lagu-lagu karya bung Fiersa. Oh mungkin karena mereka berdua ini adalah dua laki-laki yang aku tau sebagai seorang Pendaki dan Penulis.
Beda nya, aku tidak bisa melihat bagaimana sosok mas Febrialdi di media social. Sayang sekali ya.. 

Tapi di bagian awal aku sudah dibuat terpaku oleh kalimat Mas Febrialdi ini
      -Persembunyian pahit yang tak dapat disembunyikan dalam kehidupan, adalah kenyataan-

“Aku kenapa, Pak?” Tanyaku masih dengan suara parau
“Gas di dapur meledak, dan menyambar seluruh bangunan dapur, Ed” Aku Tercenung
“Meskipun nggak kena langsung, posisimu paling dekat di anatara koki lain”

Percakapan diatas adalah dialog antara  Ed dan Pak Agus.  Ed adalah tokoh utama dalam buku ini. Ed adalah seorang koki di sebuah Restoran, kejadian meledaknya gas membuat nya kehilangan pekerjaan. Ed berpacaran dengan Ine, seorang dosen yang sedang melanjutkan kuliah S3. Ed sendiri pernah mengenyam bangku kuliah D3 sayangnya tidak selesai.

Ed mengenal Ine di sebuah toko outdoor equipment di kota Bandung yang sedang mengadakan Talkshow dengan pembicara salah satu dari seven summiters Indonesia Sofyan Arief Fesa. Ine sendiri buta soal kegiatan tentang alam dia pergi acara tersebut karena diajak teman nya yang memang tertarik dengan acara Talkshow tersebut yang mengejutkan disini adalah Ine mengajak Ed untuk ngopi di kafe di samping toko ini. 

(Ini adalah bagian dari isi buku ini. Bagian ini selalu ku ingat ketika ada yang tanya soal buku ini"Aul, emang nya mas Ed itu ketemu Mbak Ine dimana?")

Mulai masuk bagian ke 2 buku ini, kita dibawa ke moment kedekatan Mas Ed dan Ine, Ine yang memang tidak suka berkegiatan alam dan lebih suka main ke mall akhirnya dekat dengan seorang Ed yang memiliki hobby mendaki Gunung. Keluarga Ine yang notaben nya adalah seorang akademisi mendesak Ed agar menyelesaikan kuliah dan bekerja secara layak.

Ed sendiri bertanya-tanya apa maksud orang tuanya tentang bekerja secara layak. Ya kalaupun keluarga mereka adalah keluarga akademisi apakah itu berarti Ed juga harus menjadi dosen? “Rumus hidup macam apa itu?’ kata Ed di paragraph keempat halaman 15 buku ini.

Di paragraph terakhir halaman 15 bagian dua ini Ed menulis kalimat yang menurutku adalah sebuah kalimat yang tepat untuk mewakili mereka yang cinta nya terhalang oleh konstruk social.
“Apakah jika aku berpacaran dengan seorang dosen yang notaben nya berasla dari kelaurga akademisi berpendidikan tinggi, lalu aku minimal mesti sederajat bahkan lebih? Bagaimana jika tidak? Apakah jodoh seseorang ditentukan oleh derajat keluarga nya? Tidak!

Nah di Bab ini mas Febrialdi membawa kita para pembaca pada kejadian sebelum Ed akhirnya memilih mencoba pergi sejenak dari Ine, di bab ini aku suka percakapan anatara Ine dan Ed. Selain karena bikin aku ngakak karena Ed nanya ke Ine kenapa Ine mau nikah sama dia. Di bab ini mereka berdiskusi tentang pernikahan yang dikemas dengan renyah karena mereka saling beradu argumen. Tapi gak jarang juga mereka saling sewot dan uring-uring-uringan. Gemes juga aku baca nya gaes hahaha. 

Di podcast aku, aku sedikit membacakan percakapan mereka anchor.fm/agenneptunus J


Lanjut di Bab 4 yak? Udah ngantuk belom nih hehe puasa-puasa gini semoga tulisanku bisa sedikit menemani temen-temen menahan lapar dan hawa nafsu nyemil ya hehehe

Bab 4 ini kita dibawa ke moment antara Ed dan rekan-rekan nya. Kondisi Ed yang kehilangan pekerjaan dan masih dirawat di rumah sakit membuat nya bingung apakah iya harus mengabari Ine atau tidak, mengingat percakapan terakhir dengan Ine yang berujung sebuah pertengkaran hebat antara keduanya. Tapi yang menarik disini adalah salah satu teman Ed menyuruh nya untuk Travelling.

Dicky, salah satu teman dekat Ed mengatakan bahwa yang dibutuhkan Ed saat ini adalah Travelling. Percakapan ini ada di halaman 33 dan di halaman selanjutnya Dicky memang dianggap Ed sobat paling sinting.


"Aku serius Ed. Saat ini, itu yang kamu butuhkan”
“Aku baru aja kena musibah monyong. Sudah kecelakaan, dipecat, pacar ngilang. Malah nyaranin travelling”

Dicky sendiri adalah teman perjalanan Ed mendaki banyak gunung. Ed bilang di paragraph 3 halaman 35 bahwa Dicky adalah seorang pendaki yang tangguh. Namanya cukup diperhitungkan di komunitas pendaki gunung. Sering diundang di beberapa acara diskusi maupun pelatihan pendakian di beberapa komunitas pecinta alam.

Nah apakah akhirnya Ed memilih untuk Travelling? Jawaban nya adalah YA!
Lalu jika memang iya, siapa saja sosok yang Ed temui diperjalanan ny? Saat mendaki Gunung? Saat dia berkunjung kembali ke Yogyakarta tempat dimana dia dibesarkan di sebuah panti asuhan? Apakah pada akhirnya Ed akan kembali bertemu Ine?

Langsung aja kuy baca buku nya, temen-temen bisa kontak di media social penulis nya langsung di akun @edelweisbasah atau bisa hubungi penerbit buku ini di @mediakita ya.
Selamat membaca, dan salam neptunus J














Komentar